A little story.

One night,the moon said to me, "If he makes you cry, why don't you leave him?" I paused for a while and then I look back to the moon, and I said, "Moon, would you leave your sky?"

Sabtu, 13 April 2013

Tidak akan (Pernah) Sama.


Jingga yang terwujud dalam senja hari ini tidak akan pernah sama dengan kemarin.
Namun, jingga ini tetap akan indah dan menawan.
Langit hari ini tidak akan pernah sama dengan kemarin, esok, lusa, dan selanjutnya.
Itulah sebabnya mengapa kita tidak pernah menjalani hari yang sama setiap harinya.
Namun, keadaan kita masih sama.
Kamu dengannya; aku dengan rindu ini.
Entah sampai kapan, aku hanyalah bagian dari cerita masa lalumu, sayang; dan mungkin tidak akan pernah berubah.
Seharusnya aku sudah siap dengan segalanya disaat aku memutuskan untuk ikut serta dalam perang, namun kenyataannya aku maju dengan tangan kosong ke medan perang; hanya bermodalkan perasaan yang tidak terlalu penting sebenarnya.

Melewati hari di semenanjung kerinduan itu terasa begitu berat; seperti tidak memiliki sebuah keseimbangan. Merenung dan mengajak riak-riak untuk mengobrol, untuk sekadar membunuh waktu yang berputar terlalu tertatih-tatih.

Mungkinkah ini akhir dari segalanya?
Waktu memang tidak akan pernah berhenti. Ia hanya akan berputar di tempatnya; tidak akan pernah beranjak dari posisinya. Hanya kita; kamu dan aku yang beranjak. Meski kamu tidak lagi hidup dalam nyataku, kamu mungkin masih sudi untuk berkunjung barang sebentar ke mimpiku dan merasakan setoples kerinduan yang mulai meluap; sebuah kerinduan yang terkungkung.
Jika tiada lagi sudi, mungkin memang sudah waktunya. Mungkin.
Waktu itu senang berteman dengan keadaan; membuat orang menunggu adalah kebiasaannya; membuat orang kecewa adalah kesukaannya; membuat orang menyesal adalah hobinya.

Perlahan kamu mulai bermetamorfosis menjadi sebuah arum manis yang melayang di atmosfer. Terlihat manis; namun hanya bisa ditatap dari dataran rendah; tidak bisa digapai meski dari dataran tinggi.
Rasa ini masih semanis arum manis; rindu ini masih sepahit kopi hitam; sayang itu semua masih beku di kamu; rol kenangan ini masih sepenuhnya berisi kamu. Aku bahkan belum menemukan bara api yang bisa melelehkan beku ini. Mungkin jika ada, bukan untuk meleleh, tapi untuk menguap.
Bodohnya aku, kesukaanku adalah mengorek momen-momen tentang kita. Meski begitu sedikit dan tidak akan pernah terulang, tapi mereka sudah menjadi satu kotak penting.

Hangatnya genggaman tanganmu tidak akan pernah mampir lagi untuk menyusup barang sebentar ke sela-sela jemariku; usapanmu akan menghilang dimakan waktu dan mulai aus; wangimu perlahan-lahan akan dihisap oleh udara; dan perlahan-lahan aku akan kehilanganmu dari pandangan mata ini.
Sudah tidak akan pernah sama lagi.
Kau sudah memilih untuk keluar, tapi sebagian diriku masih ingin menahanmu.
Namun, kesadaranku masih penuh untuk mulai melepasmu.
Rindu ini seringkali begitu menyengat dan menyesakkan.
Tapi, aku tidak memiliki daya untuk bergerak.
Rasaku masih akan tetap sama hingga di waktu yang belum terdefenisikan; rasamu mungkin sedang dalam masa transformasi ke sebuah rasa yang tidak begitu aku sukai, yang kamu beri ia nama, benci.
Aku dan kamu memang akan kembali seperti dulu, namun tidak akan pernah sama lagi.
                                  ∞

Tidak ada komentar:

Posting Komentar