Jingga yang
terwujud dalam senja hari ini tidak akan pernah sama dengan kemarin.
Namun,
jingga ini tetap akan indah dan menawan.
Langit hari
ini tidak akan pernah sama dengan kemarin, esok, lusa, dan selanjutnya.
Itulah
sebabnya mengapa kita tidak pernah menjalani hari yang sama setiap harinya.
Namun,
keadaan kita masih sama.
Kamu
dengannya; aku dengan rindu ini.
Entah
sampai kapan, aku hanyalah bagian dari cerita masa lalumu, sayang; dan mungkin
tidak akan pernah berubah.
Seharusnya
aku sudah siap dengan segalanya disaat aku memutuskan untuk ikut serta dalam
perang, namun kenyataannya aku maju dengan tangan kosong ke medan perang; hanya
bermodalkan perasaan yang tidak terlalu penting sebenarnya.
Melewati
hari di semenanjung kerinduan itu terasa begitu berat; seperti tidak memiliki
sebuah keseimbangan. Merenung dan mengajak riak-riak untuk mengobrol, untuk sekadar membunuh waktu yang berputar terlalu tertatih-tatih.
Mungkinkah
ini akhir dari segalanya?
Waktu
memang tidak akan pernah berhenti. Ia hanya akan berputar di tempatnya; tidak
akan pernah beranjak dari posisinya. Hanya kita; kamu dan aku yang beranjak.
Meski kamu tidak lagi hidup dalam nyataku, kamu mungkin masih sudi untuk
berkunjung barang sebentar ke mimpiku dan merasakan setoples kerinduan yang
mulai meluap; sebuah kerinduan yang terkungkung.
Jika tiada
lagi sudi, mungkin memang sudah waktunya. Mungkin.
Waktu itu
senang berteman dengan keadaan; membuat orang menunggu adalah kebiasaannya;
membuat orang kecewa adalah kesukaannya; membuat orang menyesal adalah hobinya.
Perlahan kamu
mulai bermetamorfosis menjadi sebuah arum manis yang melayang di atmosfer.
Terlihat manis; namun hanya bisa ditatap dari dataran rendah; tidak bisa
digapai meski dari dataran tinggi.
Rasa ini
masih semanis arum manis; rindu ini masih sepahit kopi hitam; sayang itu semua masih
beku di kamu; rol kenangan ini masih sepenuhnya berisi kamu. Aku bahkan belum
menemukan bara api yang bisa melelehkan beku ini. Mungkin jika ada, bukan untuk
meleleh, tapi untuk menguap.
Bodohnya aku,
kesukaanku adalah mengorek momen-momen tentang kita. Meski begitu sedikit dan
tidak akan pernah terulang, tapi mereka sudah menjadi satu kotak penting.
Hangatnya
genggaman tanganmu tidak akan pernah mampir lagi untuk menyusup barang sebentar
ke sela-sela jemariku; usapanmu akan menghilang dimakan waktu dan mulai aus;
wangimu perlahan-lahan akan dihisap oleh udara; dan perlahan-lahan aku akan
kehilanganmu dari pandangan mata ini.
Sudah tidak
akan pernah sama lagi.
Kau sudah
memilih untuk keluar, tapi sebagian diriku masih ingin menahanmu.
Namun,
kesadaranku masih penuh untuk mulai melepasmu.
Rindu ini
seringkali begitu menyengat dan menyesakkan.
Tapi, aku
tidak memiliki daya untuk bergerak.
Rasaku
masih akan tetap sama hingga di waktu yang belum terdefenisikan; rasamu mungkin
sedang dalam masa transformasi ke sebuah rasa yang tidak begitu aku sukai, yang
kamu beri ia nama, benci.
Aku dan kamu
memang akan kembali seperti dulu, namun tidak akan pernah sama lagi.
∞
Tidak ada komentar:
Posting Komentar