A little story.

One night,the moon said to me, "If he makes you cry, why don't you leave him?" I paused for a while and then I look back to the moon, and I said, "Moon, would you leave your sky?"

Selasa, 09 Februari 2016

Last Rendezvous

Masa lalu. Waktu yang sudah kita lewati. Suatu masa yang pernah kita alami dan pernah terjadi dalam cerita kehidupan kita. Seringkali, momennya tidak bisa diulangi lagi, tapi seringkali pula orang dari masa lalu itu yang muncul begitu saja di masa kini. Kalau bukan untuk menetap di masa kini bersama dengan kita, berarti datang hanya untuk pergi lagi.
“Aku sedang dalam perjalanan pulang ke Jogja.”
Sebuah pesan aku terima di sore hari yang mendung di hari Jumat.
Jogja belakangan ini cuacanya seperti ABG labil. Pagi hari bisa hujan, tiba-tiba siangnya panas terik, nanti sore sampai malamnya hujan deras. Begitu terus. Tidak ada kejelasan, seperti sebuah hubungan tanpa status.
Aku tersenyum begitu membaca pesan itu dan buru-buru menjawabnya. “Serius? Wah, berarti kita bisa ketemu lagi!”balasku.
Terakhir bertemu denganmu sekitar setengah tahun yang lalu. Cukup lama, bagiku. Tapi, sebelum pertemuan setengah tahun yang lalu itu, aku tidak bertemu denganmu sekitar hampir satu setengah tahun.
Cukup panjang jika harus aku ceritakan awal pertemuan kita. Long short story, kau adalah kakak senior di kampusku, berbeda cukup jauh, 3 tahun. Berhubung lebih tua cukup jauh dariku, sifat membimbingmu membuatku nyaman. Hey, siapa yang tidak nyaman dengan orang yang bisa membimbingmu dan sedikit demi sedikit mengerti tentang dirimu? Tapi, sejalannya waktu, aku diberi petunjuk, kalau ternyata kau sudah menjadi milik orang lain sejak lama. Baiklah, berarti memang tidak ada jalan lagi untuk aku pertahankan.
Kata orang, kalau kita dihadapkan pada dua orang, pilihlah orang yang kedua. Karena, kalau cintamu begitu kuat pada orang yang pertama, kau tidak akan dengan mudahnya berpaling pada orang kedua yang datang. Sejujurnya, itu yang aku alami saat itu. Jadi, kalian pun sudah tahu aku lebih memilih yang mana.
Siapa yang sangka waktu dan semesta begitu pintar berkonspirasi perihal mempertemukan dua orang, entah yang sudah berpisah cukup lama, entah yang sudah menjadi orang asing satu sama lain. Mereka selalu punya caranya masing-masing.
“Aku mau bertemu denganmu juga karena aku ingin minta maaf.”katamu saat sudah duduk berdua dan setelah obrolan panjang lebar yang ngalor-ngidul.
Aku mengerutkan kening sambil menyesap kopiku. Perasaanku tidak enak. “Minta maaf untuk apa?”tanyaku.
Because, I’ve made you hurts a lot. Sekarang, aku baru merasa menyesal, kenapa dulu tidak memperjuangkanmu. Sekarang, pun akhirnya aku pisah dengannya.”kata yang saat ini sedang mati-matian menyembunyikan sedih di wajah.
Aku tersenyum tipis. “Tapi, sejujurnya, aku tidak merasa disakiti. Kalau aku merasa disakiti, kita tidak akan bertemu dalam keadaan baik-baik seperti ini. Bisa saja, aku tidak mau bertemu denganmu lagi sejak dulu.”jawabku dengan santai. Kenapa mendadak jadi serius begini? L
Kau balas tersenyum padaku. “Tetap saja, aku merasa itu salah, maka dari itu aku kembali datang untuk meminta maaf dan untuk menyelesaikan semuanya yang masih tertinggal disini.”
Aku terkekeh pelan. “Kau ini, bicaramu seperti tidak akan bertemu lagi denganku.”
“Memang.”jawabmu dengan pelan, tapi tetap sampai di telingaku.
Kalau aku tidak ingat saat ini sedang dimana, mungkin aku sudah berteriak karena kaget. “Nggak lucu ya! Kenapa udah nggak bakal ketemu aku lagi? Emang udah nggak mau ketemu lagi?” Aku mengeluarkan rentetan pertanyaan padanya.
Lalu, kau menjelaskan kalau sebentar lagi akan resign dari tempat kerja yang sekarang dan pindah kota, orang tua pun akan pindah rumah dan sudah tidak menetap lagi di Jogja. Tapi, untukku itu bukan alasan yang masuk akal. “Pokoknya, kalau sampai tidak akan bertemu lagi denganku, itu berarti karena kau yang memang tidak mau bertemu denganku lagi.”jawabku dengan nada tidak suka.
Laki-laki itu terkekeh. “Tidak, tidak. Tentu saja aku tidak mau tidak bertemu denganmu lagi.”
Tiba-tiba kau menatapku dengan serius. Sungguh, aku semakin tidak enak kalau seperti ini. “Jangan melihatku seperti itu! Aku risih!”gerutuku dengan salah tingkah.
Kau bahkan tidak menggubris kata-kataku barusan, tapi malah berkata, “Bagaimana kalau aku mengajakmu untuk serius?”
Mengajakku se... – WHAT?!!
Aku semakin dibuat tidak berkutik di tempat dudukku. Apa ini, ini apa?!
“Ngg...” Sungguh, aku bingung harus menjawab apa. “...kau tau di hatiku ini masih ada orang lain, di kepalaku ini pun masih sering aku pikirkan hingga menjadi mimpi, dan di bibir ini masih orang yang sama pula yang aku sebut dalam setiap doaku. Meskipun kami sudah memiliki jarak hampir satu tahun, tapi aku masih menyayanginya. Sampai sekarang, perasaanku masih sama seperti pertama kali aku menyadari kalau aku mencintainya. So, don’t wasting your time on me, please.LL
Aku dibuat semakin tidak enak kalau seperti ini. Tapi, mau bagaimana lagi. Aku harus menjawab dengan jujur. Aku hanya tidak mau semuanya jadi sia-sia untukmu. Karena, aku sendiri tidak tahu kapan aku akan berhenti dan pindah ruang hati, aku pun tidak bisa memberikan jaminan saat aku pindah ruang, aku akan kembali untukmu. L
Laki-laki dari masa 3 tahun yang lalu itu terdiam, meskipun memberikan senyuman tipis, tapi aku tahu, ia kecewa. Jauh di dalam hati.
“Tolong, jangan sia-siakan waktumu untukku. Jangan menungguku.”kataku dengan pelan, berusaha memberikanmu pengertian. “Aku pun bukan lagi seperti aku yang kau kenal 3 tahun yang lalu. Sesungguhnya, kau bisa mendapatkan yang lebih baik lagi, kalau tidak menyia-nyiakan waktumu dengan menungguku. Jangan menyakiti hatimu sendiri selama kau bisa menghindari hal itu,”
Tidak ada respon dari seberang tempat dudukku, aku menghela nafas dan menambahkan, “Tetaplah seperti ini. Karena, aku pun akan seperti ini perihal kita sampai kedepannya. Aku harap, kau pun.” Kemudian, memberikanmu senyuman.
Subuh di hari yang sudah berganti, ucapan terima kasih untuk semuanya terucap.
Kemudian, di sore yang masih mendung seperti hari-hari sebelumnya, ia mengucapkan pamit slash perpisahan karena harus pergi kembali ke tempatnya.
Waktu selalu punya rahasianya sendiri, seperti sekotak coklat yang harus dicoba satu per satu untuk mengetahui apakah itu manis atau pahit. Satu per satu konspirasi antara waktu dengan semesta bermunculan di permukaan yang harus kita hadapi jika ingin tahu akhirnya akan berakhir seperti apa.
Mungkin akan seperti ini, entah sampai kapan. Tapi, aku percaya, satu hari nanti jalan cerita kita semua akan berubah. Perasaan pun. Kehidupan kita pun. Seutuh-utuhnya cerita kita. 

Hanya saja, yang saat ini aku tahu, aku masih seutuh-utuhnya mencintainya; lelaki yang masih berusaha membentangkan jarak dan jurang hampir satu tahun, denganku.

Fin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar